MENTERI
TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN
MENTERI TENAGA KERJA
NO. :
PER. 02/MEN/1989
TENTANG
PENGAWASAN INSTALASI PENYALURPETIR
MENTERI
TENAGA KERJA :
Menimbang :
a. Bahwa tenaga kerja dan sumber
produksi yang berada ditempat kerja perlu di jaga keselamatan dan
produktivitasnya.
b. Bahwa sambaran petir dapat
menimbulkan bahaya baik tenaga kerja dan orang lainnya yang berada ditempat
kerja serta bangunan dan isinya.
c. Bahwa untuk itu perlu diatur
ketentuan tentang instalasi penyalur petir dan pengawasannya yang
ditetapkan dalam suatu Peraturan Menteri.
Mengingat :
1. Undang-undang No. 3 Th. 1951 tentang
Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhaan No. 33 Th. 1948 dari
Republik Indonesia.
2. Undang-undang No. 14 Th. 1969
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
3. Undang-undang No. 1 Th. 1970 tentang
Keselamatan Kerja.
4. Keputusan Presiden R.I No. 64/M
Tahun 1988 tentang Pembentukan Kabinet pembangunan V.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi No. PER-03/MEN/1978 tentang Persyaratan Penunjukan
dan Wewenang serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan Ahli Keselamatan Kerja.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER-03/IVIEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan terpadu.
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
PER-04/ MEN/1987 tentang Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG
PENGAWASAN INSTALASI PENYALUR PETIR
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud
dengan :
a. Direktur ialah Pejabat sebagaimana
yang dimaksud dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. Pegawai Pengawas ialah Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja
c. Ahli Keselamatan Kerja ialah Tenaga
Tehnis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh
Menteri Tenaga Kerja untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang No. l Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja
d. Pengurus ialah orang atau badan
hukum yang bertanggung jawab penuh terhadap tempat kerja atau bagiannya, yang
berdiri sendiri
e. Pengusaha ialah orang atau badan
hukum seperti yang dimaksud pasal 1 ayat (3) Undang-undang No. I Tahun 1970
f. Tempat kerja ialah tempat
sebagaimana dimaksud pasal 1 ayat (1) Undang undang No. 1 Tahun 1970
g. Pemasang instalasi penyalur
petir yang selanjutnya disebut Instalasi ialah badan hukum yang
melaksanakan pemasangan instalasi penyalur petir
h. Instalasi penyalur
petir ialah seluruh susunan sarana penyalur petir terdiri atas
penerima (Air Terminal/Rod), Penghantar penurunan (Down Conductor), Elektroda
Bumi (Earth Electrode) termasuk perlengkapan lainnya yang merupakan satu
kesatuan berfungsi untuk menangkap muatan petir dan menyalurkannya
kebumi
i. Penerima ialah peralatan dan atau
penghantar dari logam yang menonjol lurus keatas dan atau mendatar guna
menerima petir
j. Penghantar penurunan ialah
penghantar yang menghubungkan penerima dengan elektroda bumi
k. Elektroda bumi ialah bagian dari
instalasi penyalur petir yang ditanam dan kontak langsung dengan bumi
l. Elektroda kelompok ialah beberapa
elektroda bumi yang dihubungkan satu dengan lain sehingga merupakan satu
kesatuan yang hanya disambung dengan satu penghantar penurunan
m. Daerah perlindungan ialah daerah
dengan radius tertentu yang termasuk dalam perlindungan instalasi penyalur
petir
n. Sambungan ialah suatu kontruksi guna
menghubungkan secara listrik antara penerima dengan penghantar penurunan,
penghantar penurunan dengan penghantar penurunan dan penghantar penurunan
dengan elektroda bumi, yang dapat berupa las, klem atan kopeling
o. Sambungan ukur ialah sambungan yang
terdapat pada penghantar penurunan dengan sistem pembumian yang dapat dilepas
untuk memudahkan pengukuran tahanan pembumian
p. Tahanan pembumian ialah tahanan bumi
yang harus dilalui oleh arus listrik yang berasal dari petir pada
waktu peralihan, dan yang mengalir dari elektroda bumi kebumi dan pada
penyebarannya didalam bumi
q. Massa logam ialah massa logam dalam
maupun massa logam luar yang merupakan satu kesatuan yang berada didalam atau
pada bangunan, misalnya perancah-perancah baja, lift, tangki penimbun, mesin,
gas dan pemanasan dari logam dan penghantar penghantar listrik.
Pasal 2
(1) Instalasi penyalur
petir harus direncanakan, dibuat, dipasang dan dipelihara sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dan atau standart yang diakui
(2) Instalasi penyalur
petir secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a. Kemampuan perlindungan secara tehnis
b. Ketahanan mekanis
c. Ketahanan terhadap korosi
(3) Bahan dan konstruksi
instalasi penyalur petir harus kuat dan memenuhi syarat
(4) Bagian-bagian
instalasi penyalur petir harus memiliki tanda hasil pengujian dam
atau sertifikat yang diakui.
Pasal 3
Sambungan-sambungan harus merupakan
suatu sambungan elektris, tidak ada kemungkinan terbuka dan dapat menahan
kekuatan tarik sama dengaa sepuluh kali berat penghantar yang menggantung pada
sambungan itu.
Pasal 4
(1) Penyambungan dilakukan dengan cara:
a. Di las.
b. Di klem (plat klem, bus kontak klem)
dengan panjang sekurang-kurangnya 5 cm
c. Di solder dengan panjang
sekurang-kurangnya 10 cm dan khusus untuk penghantar penurunan dari pita harus
diseling.
(2) Sambungan harus dibuat sedemikian
rupa sehingga tidak berkarat
(3) Sambungan-sambungan harus
ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat diperiksa dengan mudah.
Pasal 5
Semua penghantar
penurunan petir harus dilengkapi dengan sambungan pada tempat yang
mudah dicapai.
Pasal 6
(1) Pemasangan instalasi penyalur
petir harus dilakukan oleh Instalatir yang telah mendapat pengesahan dari
Menteri atau Pejabat yang ditunjuknya
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan
sebagaimana dimaksud ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
Pasal 7
Dalam hal pengaruh elektrolisa dan
korosi tidak dapat dicegah maka semua bagian instalasi harus dibalut dengan
timah atau cara lain yang sama atau memperbaharui bagian-bagiannya dalam waktu
tertentu.
BAB II
RUANG
LINGKUP
Pasal 8
Yang diatur oleh Peraturan Menteri ini
adalah Instalasi Penyalur Petir non radioaktip di tempat kerja.
Pasal 9
(1)Tempat kerja sebagaimana dimaksud
pasal 8 yang perlu dipasang instalasi penyalur petir antara lain:
a. Bangunan yang terpencil atau tinggi
dan lebih tinggi dari pada hangunan sekitarnya seperti: menara-menara,
cerobong, silo, antena pemancar, monumen dan lain-lain;
b.Bangunan dimana disimpan, diolah atau
digunakan bahan yang mudah meledak atau terbakar seperti pabrik-pabrik amunisi,
gudang penyimpanan bahan peledak dan lain-lain;
c. Bangunan untuk kepentingan umum
seperti: tempat ibadah, rumah sakit, sekolah, gedung pertunjukan, hotel, pasar,
stasiun, candi dan lain-lain;
d.Bangunan untuk menyimpan barang
barang yang sukar diganti seperti: museum, perpustakaan, tempat penyimpanan
arsip dan lain-lain;
e. Daerah-daerah terbuka seperti:
daerah perkebunan, Padang Golf, Stadion Olah Raga dan tempat-tempat lainnya.
(2)Penetapan pemasangan instalasi
penyalur petir pada tempat kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) dengan
memperhitungkan angka index seperti tercantum dalam lampiran 1 Peraturan
Menteri ini.
BAB III
PENERIMA
(AIR TERMINAL)
Pasal
10
(1) Penerima harus dipasang ditempat
atau bagian yang diperkirakan dapat tersambar petir dimana jika
bangunan yang terdiri dari bagian-bagian seperti bangunan yang mempunyai
menara, antena, papan reklame atau suatu blok bangunan harus dipandang sebagai
suatu kesatuan
(2) Pemasangan penerima pada atap yang
mendatar harus benar-benar menjamin bahwa seluruh luas atap yang bersangkutan
termasuk dalam daerah perlindungan
(3) Penerima yang dipasang diatas atap
yang datar sekurang-kurangnya lebih tinggi 15 cm dari pada sekitarnya
(4) Jumlah dan jarak antara
masing-masing penerima harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat menjamin
bangunan itu termasuk dalam daerah perlindungan.
Pasal
11
Sebagai penerima dapat digunakan:
a. Logam bulat panjang yang terbuat
dari tembaga
b. Hiasan-hiasan pada atap,
tiang-tiang, cerobong-cerobong dari logam yang disambung baik dengan
instalasipenyatur petir
c. Atap-atap dari logam yang disambung
secara elektris dengan baik.
Pasal
12
Semua bagian bangunan yang terbuat dari
bukan logam yang dipasang menjulang ke atas
dengan tinggi lebih dari 1 (satu) meter
dari atap harus dipasang penerima tersendiri.
Pasal
13
Pilar beton bertulang yang dirancangkan
sebagai penghantar penurunann untuk suatu instalasi penyalur petir, pilar
beton tersebut harus dipasang menonjol di atas atap dengan mengingat
ketentuan-ketentuan penerima, syarat-syarat sambungan dan elektroda bumi.
Pasal
14
(1) Untuk menentukan daerah
perlindungan bagi penerima dengan jenis Franklin dan Sangkar
Faraday yang berhentuk runcing adalah suatu kerucut yang mempunyai sudut
puncak 112° (seratus dua belas)
(3) Untuk menentukan daerah
perlindungan bagi penerima yang berbentuk penghantar mendatar adalah dua bidang
yang saling memotong pada kawat itu dalam sudut 112° (seratus dua belas)
(3) Untuk menentukan daerah
perlindungan bagi penerima jenis lain adalah sesuai dengan ketentuan tehnis
dari masing-masing penerima
BAB IV
PENGHANTAR
PENURUNAN
Pasal
15
(1) Penghantar penurunan harus dipasang
sepanjang bubungan (nok) dan atau sudut-sudut bangunan ke tanah sehingga
penghantar penurunan merupakan suatu sangkar dari bangunan yang akan
dilindungi.
(2) Penghantar penurunan harus dipasang
secara sempuma dan harus diperhitungkan pemuaian dan penyusutannya akibat
perubahan suhu
(3) Jarak antara alat-alat pemegang
penghantar penurunan satu dengan yang lainnya tidak boleh lebih dari 1,5 meter
(4) Penghantar penurunan harus dipasang
lurus kebawah dan jika terpaksa dapat mendatar atau melampaui penghalang
(5) Penghantar penurunan harus dipasang
dengan jarak tidak kurang 15 cm dari atap yang dapat terbakar kecuali atap dari
logam, genteng atau batu
(6) Dilarang memasang penghantar
penurunan di bawah atap dalam bangunan.
Pasal
16
Semua bubungan (nok) harus dilengkapi
dengan penghantar penurunan, dan untuk atap yang datar harus dilengkapi dengan
penghantar penurunan pada sekeliling pinggirnya, kecuali persyaratan daerah
perlindungan terpenuhi.
Pasal
17
(1) Untuk mengamankan bangunan terhadap
loncatan petir dari pohon yang letaknya dekat bangunan dan yang
diperkirakan dapat tersambar petir, bagian bangunan yang terdekat dengan
pohon tesebut harus dipasang penghantar penurunan
(2) Penghantar penurunan harus selalu
dipasang pada bagian-bagian yang menonjol yang diperkirakan dapat
tersambar petir
(3) Penghantar penurunan harus dipasang
sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat dilakukan dengan mudah dan tidak
mudah rusak.
Pasal
18
(1) Penghantar penurunan harus
dilindungi terhadap kerusakan-kerusakan mekanik, pengaruh cuaca, kimia
(elektrolisa) dan sebagainya.
(2) Jika untuk melindungi penghantar
penurunan itu dipergunakan pipa logam, pipa tersebut pada kedua ujungnya harus
disambungkan secara sempurna baik elektris maupun mekanis kepada penghantar
untuk mengurangi tahanan induksi.
Pasal
19
(1) Instalasi penyalur
petir dari suatu bangunan paling sedikit harus mempunyai 2 (dua) buah
penghantar penurunan
(2) Instalasi penyalur
petir yang mempunyai lebih dari satu penerima, dari penerima tersebut
harus ada paling sedikit 2 (dua) buah penghantar penurunan
(3) Jarak antara kaki penerima dan
titik pencabangan penghantar penurunan paling besar 5 (lima) meter.
Pasal
20
Bahan penghantar penurunan yang
dipasang khusus harus digunakan kawat tembaga atau bahan yang sederajat dengan
ketentuan :
a. Penampang sekurang-kurangnya 50 mm
b. Setiap bentuk penampang dapat
dipakai dengan tebal serendah-rendahnya 2 mm.
Pasal
21
(1) Sebagai penghantar
penurunan petir dapat digunakan bagian-bagian dari atap, pilar-pilar,
dinding-dinding, atau tulang-tulang baja yang mempunyai massa logam yang baik
(2) Khusus tulang-tulang baja dari
kolom beton harus memenuhi syarat, kecuali ;
a. Sudah direncanakan sebagai
penghantar penurunan dengan memperhatikan syarat-syarat sambungan yang baik dan
syarat-syarat lainnya
b. Ujung-ujung tulang baja mencapai
garis permukaan air dibawah tanah sepanjang waktu.
(3) Kolom beton yang bertulang baja
yang dipakai sebagai penghantar penurunan harus digunakan kolom beton
bagian luar.
Pasal
22
Penghantar penurunan dapat digunakan
pipa penyalur air hujan dari logam yang dipasang tegak dengan jumlah paling
banyak separuh dari jumlah penghantar penurunan yang diisyaratkan dengan
sekurang-kurangnya dua buah merupakan penghantar penurunan khusus.
Pasal
23
(1) Jarak minimum antara penghantar
penurunan yang satu dengan yang lain diukur sebagai berikut;
a. Pada bangunan yang tingginya kurang
dari 25 meter maximum 20 meter
b. Pada bangunan yang tingginya antara
25 – 50 meter maka jaraknya {30 – (0,4 x tinggi bangunan) }
c. Pada bangunan yang tingginya lebih
dari 50 meter maximum 10 meter.
(2) Pengukuran jarak dimaksud ayat (I)
dilakukan dengan menyusuri keliling bangunan.
Pasal
24
Untuk bangunan-bangunan yang terdiri
dari bagian-bagian yang tidak sama tingginya, tiap-tiap bagian harus ditinjau
secara tersendiri sesuai pasa1 23 kecuali bagian banguna yang tingginya kurang
dari seperempat tinggi bangunan yang tertinggi, tingginya kurang dari 5 meter
dan mempunyai luas dasar kurang dari 50 meter persegi.
Pasal
25
(1) Pada bangunan yang tingginya kurang
dari 25 meter dan mempunyai bagian-bagian yang menonjol kesamping harus
dipasang beberapa penghantar penurunan dan tidak menurut ketentuan pasal 23
(2) Pada bangunan yang tingginya lebih
dari 25 meter, semua bagian-bagian yang menonjol ke atas harus dilengkapi
dengan penghantar penurunan kecuali untuk menara-menara.
Pasal
26
Ruang antara bangunan-bangunan yang
menonjol kesamping yang merupakan ruangan yang sempit tidak perlu dipasang
penghantar penurunan jika penghantar penurunan yang dipasang pada pinggir atap
tidak terputus.
Pasal
27
(1) Untuk pemasangan
instalasi penyalur petir jenis Franklin dan Sangkar Faraday,
jenis-jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dipilih sesuai dengan daftar
pada lampiran II Peraturan Menteri ini
(2) Untuk pemasangan
instalasi penyalur petir jenis Elektrostatic dan atau jenis lainnya,
jenis-jenis bahan untuk penghantar dan pembumian dapat menggunakan bahan sesuai
dengan daftar pada lampiran II Peraturan Menteri ini dan atau jenis lainnya
sesuai dengan standard yang diakui
(3) Penentuan bahan dan ukurannya dari
ayat (l) dan ayat (2) pasal ini, ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu
ketahanan mekanis, ketahanan terhadap pengaruh kimia terutama korosi dan
ketahanan terhadap pengaruh lingkungan lain dalam batas standard yang diakui
(4) Semua penghantar dan pembumian yang
digunakan harus dibuat dari bahan yang memenuhi syarat, sesuai dengan standard
yang diakui.
BAB V
PEMBUMIAN
Pasal
28
(1) Elektroda bumi harus dibuat dan
dipasang sedemikian rupa sehingga tahanan pembumian sekecil mungkin
(2) Sebagai elektroda bumi dapat
digunakan:
a. Tulang-tulang baja dari
lantai-lantai kamar dibawah bumi dan tiang pancang yang sesuai dengan keperluan
pembumian
b. Pipa-pipa logam yang dipasang dalam
bumi secara tegak
c. Pipa-pipa atau penghantar lingkar
yang dipasang dalam bumi secara mendatar
d. Pelat logam yang ditanam
e. Bahan logam lainnya dan atau
bahan-bahan yang cara pemakaian menurut ketentuan pabrik pembuatnya.
(3) Elektroda bumi tersebut dalam ayat
(2) harus dipasang sampai mencapai air dalam bumi.
Pasal
29
(1) Elektroda bumi dapat dibuat dari:
a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn
(Zincum) dan garis tengah sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya
3,25 mm
b. Batang baja yang disepuh dengan Zn
dan garis tengah sekurang-kurangnya 19 mm
c. Pita baja yang disepuh dengan Zn
yang tebalnya sekurang-kurangnya 3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm
(2) Untuk daerah-daerah yang sifat
korosipnya lebih besar, elektroda bumi harus dibuat dari
a. Pipa baja yang disepuh dengan Zn dan
garis tengah dalam sekurang-kurangnya 50 mm dan tebal sekurang-kurangnya 3,5 mm
b. Pipa dari tembaga atau bahan yang
sederajat atau pipa yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat
dengan garis tengah daIam sekurang-kurangnya 16 mm dan tebal sekurang-kurangnya
3 mm
c. Batang baja yang disepuh dengan Zn
dengan garis tengah sekurang-kurangnya 25 mm
d. Batang tembaga atau bahan yang
sederajat atau batang baja yang disalur dengan tembaga atau yang sederajat
dengan garis tengah sekurang-kurangnya 16 mm
e. Pita baja yang disepuh dengan Zn dan
tebal sekurang-kurangnya 4 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm.
Pasal
30
(1) Masing-masing penghantar penurunan
dari suatu instalasi penyalur petir yang mempunyai beberapa
penghantar penurunan harus disambungkan dengan elektroda kelompok
(2) Panjang suatu elektroda bumi yang
dipasang tegak dalam bumi tidak boleh kurang
dari 4 meter, kecuali jika sebahagian
dari elektroda bumi itu sekurang-kurangnya
2 meter dibawah batas minimum permukaan
air dalam bumi
(3) Tulang-tulang besi dari lantai
beton dan gudang dibawah bumi dan tiang pancang dapat digunakan sebagai
elektroda bumi yang memenuhi syarat apabila sebahagian dari tulang-tulang besi
ini berada sekurang-kurangnya l (satu) meter dibawah permukaan air dalam bumi
(4) Elektroda bumi mendatar atau
penghantar lingkar harus ditanam sekurang-kurangnya 50 cm didalam tanah.
Pasal
31
Elektroda bumi dan elektroda kelompok
harus dapat diukur tahanan pembumiannya secara tersendiri maupun kelompok dan
pengukuran dilakukan pada musim kemarau.
Pasal
32
Jika keadaan alam sedemikian rupa
sehingga tahanan pembumian tidak dapat tercapai secara tehnis, dapat dilakukan
cara sebagai berikut:
a. Masing-masing penghantar penurunan
harus disambung dengan penghantar lingkar yang ditanam lengkap dengan beberapa
elektroda tegak atau mendatar sehingga jumlah tahanan pembumian bersama
memenuhi syarat
b. Membuat suatu bahan lain (bahan
kimia dan sebagainya) yang ditanam bersama dengan elektroda sehingga tahanan
pembumian memenuhi syarat.
Pasal
33
Elektroda bumi yang digunakan untuk
pembumian instalasi listrik tidak boleh digunakan untuk pembumian
instalasipenyalur petir.
Pasal
34
(1) Elektroda bumi mendatar atau
penghantar lingkar dapat dibuat dari pita baja yang disepuh Zn dengan tebal sekurang-kurangnya
3 mm dan lebar sekurang-kurangnya 25 mm atau dari bahan yang sederajat
(2) Untuk daerah yang sifat korosipnya
lebih besar, elektroda bumi mendatar atau penghantar lingkar harus dibuat dari
a. Pita baja yang disepuh Zn
dengan ukuran lebar sekurang-kurangnya 25 mm dan tebal sekurang-kurangnya 4 mm
atau dari bahan yang sederajat
b. Tembaga atau bahan yang sederajat,
bahan yang disepuh dengan tembaga atau bahan yang sederajat, dengan luas
penampang sekurang-kurangnya 50 mm dan bila bahan itu berbentuk pita harus
mempunyai tebal sekurang-kurangnya 2 mm
c. Elektroda pelat yang terbuat dari
tembaga atau hahan yang sederajat dengan luas satu sisi permukaan
sekurang-kurangnya 0,5 m dan tebal sekurang-kurangnya 1 mm. jika berbentuk
silinder maka luas dinding silinder tersebut harus sekurang-kurangnya 1 m2.
BAB VI
MENARA
Pasal
35
(1) Instalasi Penyalur
Petir pada bangunan yang menyerupai menara seperti menara air, silo,
masjid, gereja, dan lain-lain harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Bahaya meloncatnya petir
b. Hantaran listrik
c. Penempatan penghantar
d. Daya tahan terhadap gaya mekanik
e. Sambungan-sambungan antara massa
logam dari suatu bangunan
(2) Instalasi penyalur
petir dari menara tidak boleh dianggap dapat melindungi
bangunan bangunan yang berada disekitarnya.
Pasal
36
(l) Jumlah dan penempatan dari
penghantar penurunan pada bagian luar dari menara harus diselenggarakan menurut
pasal 23 ayat (1)
(2) Didalam menara dapat pula dipasang
suatu penghantar penurunan untuk memudahkan penyambungan-penyambungan dari
bagian-bagian logam menara itu.
Pasal
37
Menara yang seluruhnya terbuat dari
logam dan dipasang pada pondasi yang tidak dapat menghantar, harus dibumikan
sekurang-kurangnya pada dua tempat dan pada jarak yang sama diukur menyusuri
keliling menara tersebut.
Pasal
38
Sambungan-sambungan pada
instalasi penyalur petir untuk menara harus betul-betul diperhatikan
terhadap sifat korosip dan elektrolisa dan harus secara dilas karena kesukaran
pemeriksaan dan pemeliharaannya.
BAB VII
BANGUNAN
YANG MEMPUNYAI ANTENA
Pasal
39
(1) Antena harus dihubungkan dengan
instalasi penyalur petir dengan menggunakan penyalur tegangan lebih, kecuali
jika antena tersebut berada dalam daerah yang dilindungi dan penempatan antena
itu tidak akan menimbulkan loncatan bunga api
(2) Jika antena sudah dibumikan secara
tersendiri, maka tidak perlu dipasang penyalur tegangan lebih
(3)Jika antena dipasang pada bangunan
yang tidak mempunyai instalasi penyalur petir, antena harus dihubungkan
kebumi melalui penyalur tegangan lebih.
Pasa1
40
(1) Pemasangan penghantar antara antena
dan instalasi penyalur petir atau dengan bumi harus dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga bunga api yang timbul karena aliran besar tidak dapat
menimbulkan kerusakan
(2) Besar penampang dari penghantar
antara antena dengan penyalur tegangan lebih, penghantar antara tegangan lebih
dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus
sekurang-kurangnya 2,5 mm”
(3) Pemasangan penghantar antara antena
dengan instalasi penyalur petir atau dengan elektroda bumi harus
dipasang selurus mungkin dan penghantar tersebut dianggap sebagai penghantar
penurunan petir.
Pasa1
41
(1) Pada bangunan yang mempunyai instalasi penyalur
petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena dengan
instalasi penyalur petir harus pada tempat yang tertinggi
(2) Jika suatu antena dipasang pada
tiang logam, tiang tersebut harus dihubungkan dengan instalasi penyalur
petir
Pasa1
42
(1) Pada bangunan yang tidak mempunyai
instalasi penyalur petir, pemasangan penyalur tegangan lebih antara antena
dengan elektroda bumi harus dipasang diluar bangunan
(2) Jika antena dipasang secara
tersekat pada suatu tiang besi, tiang besi ini harus dihubungkan dengan bumi.
BAB
VIII
CEROBONG
YANG LEBIH TINGGI DARI 10 M
Pasal
43
(1) Pemasangan instalasi penyalur
petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lain yang mempunyai ketinggian
lebih dari 10 meter harus diperhatikan keadaan seperti dibawah ini :
a. Timbulnya karat akibat adanya gas
atau asap terutama untuk bagian atas dari instalasi
b. Banyaknya penghantar
penurunan petir
c. Kekuatan gaya mekanik.
(2) Akibat kesukaran yang timbul pada
pemeriksaan dan pemeliharaan, pelaksanaan pemasangan dari instalasipenyalur
petir pada cerobong asap pabrik dan lain-lainnya harus diperhitungkan juga
terhadap korosi dan elektrolisa yang mungkin terjadi.
Pasa1
44
Instaiasi penyalur petir yang
terpasang dicerobong tidak boleh dianggap dapat bangunan yang berada
disekitarnya.
Pasa1
45
(1) Penerima petir harus
dipasang menjulang sekurang-kurangnya 50 cm diatas pinggir cerobong
(2) Alat penangkap bunga api dan cincin
penutup pinggir bagian puncak cerobong dapat digunakan sebagai
penerima petir
(3) Penerima harus disambung satu
dengan lainnya dengan penghantar lingkar yang dipasang pada pinggir atas dari
cerobong atau sekeliling pinggir bagian luar, dengan jarak tidak lebih dari 50
cm dibawah puncak cerobong
(4) Jarak antara penerima satu dengan
lainnya diukur sepanjang keliling cerobong paling besar 5 meter. Penerima itu
harus dipasang dengan jarak sama satu dengan lainnya pada sekelilingnya
(5) Batang besi, pipa besi dan cincin
besi yang digunakan sebagai penerima harus dilapisi dengan timah atau bahan
yang sederajat untuk mencegah korosi.
Pasal
46
(1) Pada tempat-tempat yang terkena
bahaya termakan asap, uap atau gas sedapat mungkin dihindarkan adanya sambungan
(2) Sambungan-sambungan yang terpaksa
dilakukan pada tempat-tempat ini, harus dilindungi secara baik terhadap bahaya
korosi
(3) Sambungan antara penerima yang
dipasang secara khusus dan penghantar penurunan harus dilakukan
sekurang-kurangnya 2 meter dibawah pinggir puncak dari cerobong.
Pasal
47
(1) Instalasi penyalur
petir dari cerobong sekurang-kurangnya harus mempunyai 2 (dua) penghantar
penurunan petir yang dipasang dengan jarak yang sama satu dengan yang lain
(2) Tiap-tiap penghantar penurunan
harus disambungkan langsung dengan penerima.
Pasal
48
(1) Cerobong dari logam yang berdiri
tersendiri dan ditempatkan pada suatu pondasi yang tidak dapat menghantar harus
dihubungkan dengan tanah
(2) Sabuk penguat dari cerobong yang
terbuat dari logam harus di sambung secara kuat dengan penghantar penurunan.
Pasal
49
(1) Kawat penopang atau penarik untuk
cerobong harus ditanamkan ditempat pengikat pada alat penahan ditanah dengan
menggunakan elektroda bumi sepanjang 2 meter
(2) Kawat penopang atau penarik yang
dipasang pada bangunan yang dilindungi harus disambungkan dengan
instalasi penyalur petir bangunan itu.
BAB IX
PEMERIKSAAN
DAN PENGUJIAN
Pasal
50
(I) Setiap instalasi penyalur
petir dan bagian-bagiannya harus dipelihara agar selalu bekerja dengan
tepat, aman dan memenuhi syarat
(2) Instalasi penyalur
petir harus diperiksa dan diuji
a. Sebelum penyerahan
instalasi penyalur petir dari instalatir kepada pemakai
b. Setelah ada perubahan atau perbaikan
suatu bangunan dan atau instalasi penyalur petir
c. Secara berkala setiap dua tahun
sekali
d. Setelah ada kerusakan akibat
sambaran petir
Pasal
51
(1) Pemeriksaan dan pengujian
instalasi penyalur petir dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli
keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk
(2) Pengurus atau pemilik
instalasi penyalur petir berkewajiban membantu pelaksanaan
pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan oleh pegawai pengawas, ahli
keselamatan kerja dan atau jasa inspeksi yang ditunjuk termasuk penyedian
alat-alat bantu.
Pasa1
52
Dalam pemeriksaan berkala harus
diperhatikan tentang hal-hal sebagai berikut:
a. Elektroda bumi, terutama pada jenis
tanah yang dapat menimbulkan karat
b. Kerusakan-kerusakan dan karat dari
penerima, penghantar dan sebagainya
c. Sambungan-sarnbungan
d. Tahanan pembumian dari masing-masing
elektroda maupun elektroda kelompok.
Pasa1
53
(1) Setiap diadakan pemeriksaan dan
pengukuran tahanan pembumian harus dicatat dalam buku khusus tentang hari dan
tanggal hasil pemeriksaan
(2) Kerusakan-kerusakan yang didapati
harus segara diperbaiki
Pasa1
54
(1) Tahanan pembumian dari seluruh
sistem pembumian tidak boleh lebih dari 5 ohm
(2) Pengukuran tahanan pembumian dari
elektroda bumi harus dilakukan sedemikian rupa sehingga kesalahan-kesalahan
yang timbul disebabkan kesalahan polarisasi bisa dihindarkan, Pemeriksaan pada
bagian-bagian dari instalasi yang tidak dapat dilihat atau diperiksa, dapat
dilakukan dengan menggunakan pengukuran secara listrik.
BAB X
PENGESAHAN
Pasal
55
(1) Setiap perencanaan
instalasi penyalur petir harus dilengkapi dengan gambar rencana
instalasi
(2) Gambar rencana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus menunjukan: gambar bagian tampak atas dan tampak samping
yang mencakup gambar detail dari bagian-bagaian instalasi beserta keterangan
terinci termasuk jenis air terminal, jenis dari atap bangunan, bagian-bagian
lain peralatan yang ada diatas atap dan bagian-bagian logam pada atau diatas
atap.
Pasal
56
(1) Gambar rencana instalasi
sebagaimana dimaksud pada pasal 55 harus mendapat pengesahan dari Menteri atau
pejabat yang ditunjuknya
(2) Tata cara untuk mendapat pengesahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri
Pasa1
57
(1) Setiap instalasi penyalur
petir harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya
(2) Setiap penerima khusus seperti
elektrostatic dan lainnya harus mendapat sertifikat dari Menteri atau pejabat
yang ditunjuknya
(3) Tata cara untuk mendapat sertifikat
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri
Pasal
58
Dalam hal terdapat perubahan
instalasi penyalur petir, maka pengurus atau pemilik harus mengajukan
permohonan perubahan instalasi kepada Menteri cq. Kepala Kantor Wilayah yang
ditunjuknya dengan melampiri gambar rencana perubahan.
Pasal
59
Pengurus atau pemilik wajib mentaati
dan melaksanakan semua ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN
PIDANA
Pasa1
60
Pengurus atau pemilik yang melanggar
ketentuan pasal 2, pasal 6 ayat (1), pasal 55 ayat (1), pasal 56 ayat (1),
pasal 57 ayat (1) dan (2), pasal 58 dan pasat 59 diancam dengan hukuman
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,-(seratus ribu rupiah) sebagaimana dimaksud pasal 15 ayat (2) dan (3)
Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
BAB XII
ATURAN
PERALIHAN
Pasal
61
Instalasi penyalur petir yang
sudah digunakan sebelum Peraturan Menteri ini ditetapkan, Pengurus atau Pemilik
wajib menyesuaikan dengan Peraturan ini dalam waktu 1 (satu) tahun sejak
berlakunya Peraturan Menteri ini.
BAB
XIII
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
62
Peraturan Menteri ini mulai berlaku
sejak tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI : J A K A R T A
PADA TANGGAL : 21 PEBRUARI 1989.
MENTERI TENAGA KERJA R.I
Tdd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar